Thursday, January 9, 2014

Makalah Hukum Tata Negara (HTN) - HAK ASASI MANUSIA

HAK ASASI MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia.Hak ini dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis akan membahas makalah tentang HAM
B.       Rumusan masalah
1.         Apa Pengertian HAM?
2.         Apa Sajakah Jenis-Jenis HAM?
3.         Bagaimana Perkembangan HAM di Indonesia?
4.         Bagaimana Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia?
       5.     Apa Saja Hambatan dan Upaya-Upaya Penegakan Ham di Indonesia?


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi Manusia pertama kali muncul sebagai hasil dari Revolusi Perancis tahun 1789, yang membebaskan warga negara Perancis dari kekuasaan raja sebagai penguasa tunggal. Istilah yang digunakan adalah Droit de I’homme yang berarti hak manusia.
Definisi HAM (hak asasi manusia) menurut para ahli :
a.    Menurut John Locke :
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
b.    Menurut Meriam Budiardjo :
Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat.
c.    Menurut Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia :
Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.

B.       Jenis-Jenis HAM
Dewasa ini hak asasi manusia meliputi berbagai bidang kehidupan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.    Hak Asasi Pribadi (personal rights) adalah hak: Kemerdekaan memeluk agama, Beribadat menurut agama masing-masing, Menyatakan pendapat dan Kebebasan berorganisasi atau berserikat
2.    Hak Asasi Ekonomi (poperty rights) adalah hak dan kebebasan: Memiliki sesuatu, Membeli dan menjual sesuatu dan Mengadakan perjanjian atau kontrak
3.    Hak Persamaan Hukum (rights of legal equality) adalah hak mendapatkan pengayoman dan perlakuan yang sama dalam: Keadilan hukum dan Pemerintahan
4.    Hak Asasi Politik (political rights) adalah hak diakui dalam kedudukan sebagai warga negara yang sederajat dalam pemerintahan yang meliputi hak: Memilih dan dipilih, Mendirikan partai politik atau organisasi dan Mengajukan petisi, kritik, atau saran
          5.    Hak Asasi Sosial dan Kebudayaan (social and cultural rights) adalah hak: Mendapat pendidikan dan              pengajaran, Hak memilih pendidikan dan Hak mengembangkan kebudayaan
6.    Hak asasi perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan hukum (procedural rights) misalnya hak mendapatkan perlakuan yang wajar dan adil dalam: Penggeladahan, Razia, Penangkapan, Peradilan dan Pembelaan hukum

C.      Perkembangan HAM di Indonesia
1.    Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
a.    Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
b.    Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
c.    Sarekat Islam, menekankan pada usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
d.   Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
e.    Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
f.     Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
2.    Periode Setelah Kemerdekaan (1945-sekarang)
a.    Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (konstitusi) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945. Selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik, yang tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.
b.    Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.
c.    Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d.   Periode 1966-1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak-hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan.
e.    Periode 1998-Sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrument Internasional dalam bidang HAM.

D.      Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Prinsip-prinsip pelaksanaan HAM di Indonesia yaitu keseimbangan antara hak dalam kewajiban, relative, keterpaduan, keseimbangan, kerjasama internasional yang saling menghormati, taat pada peraturan, keterkaitan sistem politik, kesamaan antara harkat dan martabat, hak memperoleh perlakuan yang sama, dan semua adalah tanggung jawab pemerintah.
Di  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seharusnya bangsa Indonesia menjalin kerja sama dengan bangsa yang lain supaya terciptanya hubungan yang baik antar bangsa, serta menegakkan hukum internasional yang berlaku dan disepakati bersama dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan nasional.
Hak asasi manusia dimiliki sejak manusia ada di muka bumi, seperti hak-hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia dilahirkan dan merupakan hak kodrat yang melekat pada diri manusia. Pada dasarnya penegakan HAM berlangsung dalam kurun waktu yang lama selaras dengan perjuangan mencari kesejahteraan hidup.[1]

E.       Hambatan dan Upaya-Upaya Penegakan Ham di Indonesia
1.    Hambatan HAM dalam penegakan hukum.
a.    Budaya paternalistik.
Budaya ini masih sebagian besar melekat pada  masyarakat indonesia. Contoh:
Penduduk masayarakat pedesaan yang patuh terhadap sosok pemimpin suku. Walaupun pernyataannya tidak sesuai dengan HAM, namun karena diucapkan oleh pemimpin karismatik, lalu dianggap benar.
b.    Kesadaran hukum yang rendah.
Kesadaran hukum yang rendah juga sangat mempengaruhi, hal ini mengakibatkan keengganan masyarakat untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran HAM. Di sebabkan karena mereka tidak ingin mencampuri urusan orang lain.
c.    Budaya loyalitas.
Budaya ini menyangkut tentang suatu sikap kesetiaan/ loyalitas yang konotasinya sangat lah negatif, Yakni kepatuhan yang berlebihan.
d.   Kesenjangan antara teori dan praktik hukum.
Walaupun teori hukum yang kita miliki belum sempurna, namun seharusnya sudah bisa diminimalkan. Tetapi dalam praktik belum tentu terlihat aturan-aturan yang baik.
2.    Upaya penegakan / peningkatan  perlindungan HAM.
a.    Kebijakan, yaitu menata sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan rasa terpadu, kepastian hukum dan penghormatan HAM.
b.    Strategi, yaitu secara bertahap memperbaharui / membuat produk hukum nasional yang tidak bertentangan dengan prinsip penghormatan dan perlindungan.
Upaya-upaya yang dilakukan dalam menerapkan penegakan dan perlindungan HAM dengan cara:
a.    Sosialisasi HAM dan hukum.
b.    Menyebarluaskan brosur-brosur tentang HAM.
c.    Meningkatkan pengawasan terhadap HAM, melalui media-media cetak / elektronik, ormas / LSM.
           d.  Melaksanakan peradilan HAM secara transparan.[2]



BAB IV
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran HAM.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia terutama terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh.
Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat.

B.       SARAN
Pengawalan penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik telapak tangan. Di butuhkan keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan HAM di Indonesia. Tentu saja itu tidak cukup jika hanya pemerintah namun, partisipasi dan kerja sama warga masih sangat dibutuhkan kerjasama warga Negara Indonesia yang semoga baik-baik saja. Kemudian secara sinergi mendorong Negara Indonesia yang adil.




[1] Nasution, Pembangunan moral inti pembangunan nasional (Bandung: PT  BinaIlmu, 1995)
[2] http://anggaiest.blogspot.com/2013/02/contoh-makalah-hak-asasi-manusia-hak.html, Diakses 4 Oktober 2013, 14.35 WIB












Wednesday, January 8, 2014

Makalah Kewarganegaraan - KONSTITUSI SEBAGAI PIRANTI KEHIDUPAN NEGARA YANG DEMOKRATIS

KONSTITUSI SEBAGAI PIRANTI

KEHIDUPAN NEGARA YANG DEMOKRATIS


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Penetapan suatu negara sebagai negara hukum yang berkesejahteraan memberikan konsekuensi bahwa hukum yang berlaku akan memberikan jaminan terhadap segenap bangsa, segenap individu dari perlakuan tidak adil dan perbuatan sewenang-wenang. Hukum harus mengayomi setiap warga bangsa agar hak-haknya sebagai warga negara dan hak asasi manusianya terjamin. Di mana hal ini hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan tentang jaminan tersebut dituangkan dalam konstitusi.[1]
Secara garis besar konstitusi merupakan seperangkat aturan main dalam kehidupan bernegara yang mengatur hak dan kewajiban warga Negara dan Negara itu sendiri. Konstitusi suatu Negara biasa di sebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam pengembangan Negara dan warga Negara yang demokratis, keberadaan konstitusi demokrasi lahir dari Negara yang demokrasi.[2]
Namun demikian, tidak ada jaminan adanya konstitusi yang demokratis akan melahirkan sebuah Negara yang demokratis. Hal itu disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penguasa otoriter.

1.2      Permasalahan
Menilik latar belakang di atas, maka dapat dijabarkan permasalahan sebagai berikut:
1.        Bagaimana Konstitusi sebagai piranti (alat pengatur) kehidupan negara yang demokrasi?












BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Konstitusi Sebagai Piranti (Alat Pengatur) Kehidupan Negara Yang Demokrasi
Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berperan sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negara dan warga Negara.[3]
Konstitusi merupakan bagian dari terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara tersebut. Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.[4]
Jika konstitusi dipahami sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka konstitusi memiliki kaitan yang cukup erat dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam sebuah Negara. A. Hamid S Attamimi berpendapat bahwa konstitusi atau UUD adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan Negara harus dijalankan. Selanjutnya Mr. Djokosutono melihat sisi pentingnya konstitusi dari dua segi. Pertama, dari segi isi (naar de inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur (inrichting) dan memuat fungsi (administratie) Negara. Kedua, dari segi bentuk (naar de maker) oleh karena yang membuat bukan sembarang orang atau lembaga. Sedangkan A.G. Pringgodigdo berpendapat bahwa adanya keempat unsur pembentukan Negara belumlah cukup menjamin terlaksananya fungsi kenegaraan suatu bangsa kalau belum ada hokum dasar yang mengaturnya. Hokum dasar yang dimaksud adalah konstitusi atau undang-undang Dasar. Dengan demikian keberadaan konstitusi atau UUD dalam kehidupan kenegaraan menjadi sangat penting, karena ia menjadi acuan dan penentu arah dalam penyelenggaraan Negara.[5]
Konstitusi merupakan media bagi terciptanya kehidupan yang demokratis bagi seluruh warga Negara. Dengan kata lain, Negara yang memilih demokrasi sebagai pilihannya, maka konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di Negara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan pemerintahan yang demokratis pula. Kekuasaan yang demokratis dalam menjalankan prinsip-prinsip demokrasi perlu dikawal oleh masyarakat sebagai pemegang kedaulatan. Agar nilai-nilai demokrasi tidak diselewengkan, maka partisipasi warga Negara dalam menyuarakan aspirasi perlu ditetapkan didalam konstitusi untuk ikut berpartisipasi dan mengawal proses demokratisasi pada sebuah Negara.[6]
Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri. Secara umum, konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu:
1.        Menempatkan warga Negara sebagai sumber utama kedaulatan;
2.        Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
3.        Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga Negara, sehingga entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan hak-hak dasar orang perorang;
4.        Pembatasan pemerintahan;
5.        Adanya jaminan terhadap keutuhan Negara nasional dan integritas wilayah;
6.        Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang bebas;
7.        Adanya jaminan berlakunya hokum dan keadilan melalui proses peradilan yang independen;
8.        Pembatasan dan pemisahan kekuasaan Negara yang meliputi:
a.         Pemisahan wewenang kekuasaan berdasarkan trias politica;
b.         Kontrol dan keseimbangan lembaga-lembaga pemerintahan;

Dengan demikian, tatanan dan praktek kehidupan kenegaraan mencerminkan suasana yang demokratis apabila konstitusi atau UUD Negara tersebut memuat rumusan tentang pengelolaan kenegaraan secara demokratis dan pengakuan tentang hak asasi manusia secara memadai. Karenanya konstitusi menjadi piranti yang sangat penting bagi sebuah Negara demokrasi. Selanjutnya konstitusi dapat menjadi daya ikat yang berarti bagi penyelenggara Negara dan warga  Negara bagi terbentuknya Negara demokrasi. Negara demokrasi sebagaimana dikemukakan oleh Dadang Juliantara adalah Negara yang yang dicirikan oleh: adanya pemilu yang terbuka, tidak diskriminatif dan tidak melakukan intimidasi dan manipulasi; adanya kapsitas kritis dan kapasitas partisipasi aktif dari rakyat; adanya system hokum yang memberi ketegasan dan memihak keadilan; adanya mekanisme kontrol yang jelas dan terlindungi baik yang dilakukan oleh parlemen maupun oleh kontrol langsung oleh rakyat; adanya perlindungan yang jelas terhadap HAM yang tidak saja menjadi bagian dalam hokum positif melainkan telah terintegrasi dalam penyelenggaraan dan kehidupan kenegaraan.[7]




BAB III
PENUTUP

1      Kesimpulan
1)    konstitusi berperan sebagai sebuah aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negara dan warga Negara.
2)    Secara umum, konstitusi yang dapat dikatakan demokratis mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi dalam kehidupan bernegara, yaitu:
a.     Menempatkan warga Negara sebagai sumber utama kedaulatan;
b.     Mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas;
c.      Adanya jaminan penghargaan terhadap hak-hak individu warga Negara, sehingga entitas kolektif, tidak dengan sendirinya menghilangkan hak-hak dasar orang perorang;
d.     Pembatasan pemerintahan;
e.      Adanya jaminan terhadap keutuhan Negara nasional dan integritas wilayah;
f.       Adanya jaminan keterlibatan rakyat dalam proses bernegara melalui pemilihan umum yang bebas;
g.     Adanya jaminan berlakunya hokum dan keadilan melalui proses peradilan yang independen;
h.     Pembatasan dan pemisahan kekuasaan Negara;











[2] http://aswidhafm.blogspot.com/2010/11/ pendidikan-kewarganegaraan.html diakses 22 desember 2010 20.30 WIB
[4] Ibid.
[5] Muhammad Hikam As. Op. Cit,75
[6] Ibid,76
[7] Ibid,77