LEMBAGA KENEGARAAN
PASCA AMANDEMEN UUD 1945
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penetapan suatu negara sebagai negara hukum
yang berkesejahteraan memberikan konsekuensi bahwa hukum yang berlaku akan
memberikan jaminan terhadap segenap bangsa, segenap individu dari perlakuan
tidak adil dan perbuatan sewenang-wenang. Hukum harus mengayomi setiap warga
bangsa agar hak-haknya sebagai warga negara dan hak asasi manusianya terjamin.
Di mana hal ini hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan tentang jaminan
tersebut dituangkan dalam konstitusi.[1]
Secara garis besar konstitusi merupakan
seperangkat aturan main dalam kehidupan bernegara yang mengatur hak dan
kewajiban warga Negara dan Negara itu sendiri. Konstitusi suatu Negara biasa di
sebut dengan Undang-Undang Dasar (UUD). Dalam pengembangan Negara dan warga
Negara yang demokratis, keberadaan konstitusi demokrasi lahir dari Negara yang
demokrasi.[2]
Namun demikian, tidak ada jaminan adanya
konstitusi yang demokratis akan melahirkan sebuah Negara yang demokratis. Hal
itu disebabkan oleh penyelewengan atas konstitusi oleh penguasa otoriter.
1.2
Permasalahan
Menilik latar belakang di atas, maka dapat
dijabarkan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana Lembaga
Kenegaraan Pasca Amandemen UUD 1945?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Lembaga Kenegaraan Pasca Amandemen UUD 1945
Secara umum sistem kenegaraan mengikuti
pola pembagian kekuasaan dalam pemerintahan sebagaimana yang dikemukakan oleh
Montesquieu dengan teorinya yang terkenal yaitu trias politica. Menurutnya, pada setiap pemerintahan terdapat tiga
jenis kekuasaan yaitu: legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Ketiga
jenis kekuasaan tersebut terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas (functie) maupun mengenai alat
perlengkapan (organ) yang
melakukannya. Karenanya, menurut ajaran teori ini tidak dapat dibenarkan adanya
campurtangan antara satu kekuasaan pada lembaga kenegaraan dengan yang lainnya.
Pemisahan kekuasaan artinya mengandung arti bahwa ketiga kekuasaan tersebut
masing-masing harus terpisah baik lembaga maupun orang yang menanganinya.[3]
Dalam perjalanannya, sistem ketatanegaraan Indonesia telah
mengalami perubahan yang sangat mendasar terutama sejak adanya amandemen UUD
1945 yang dilakukan MPR hingga empat kali perubahan. Perubahan tersebut
dilatarbelakangi adanya kehendak untuk membangun pemerintahan yang demokratis
yang setara dan seimbang diantara cabang-cabang kekuasaan, mewujudkan supremasi
keadilan, serta menjamin dan melindungi
hak asasi manusia. Dalam kelembagaan Negara, salah satu tujuan utama amandemen
UUD 1945 adalah untuk menata keseimbangan antar lembaga Negara. Pentingnya
penataan hubungan antar lembaga agar tidak terjadi pemusatan kekuasaan dan
kewenangan pada salah satu institusi Negara saja. Karena dengan pemusatan
wewenang dan kekuasaan pada satu institusi saja, maka kehidupan ketatanegaraan
yang demokratis akan sulit diwujudkan.[4]
Undang-Undang Dasar 1945 mengalami 4 kali
amandemen, yaitu pada tanggal 19 Oktober 1999 yang merupakan amandemen pertama,
tanggal 18 Agustus 2000 yang merupakan
amandemen kedua, tanggal 10 November 2001 yang merupakan amandemen ketiga dan
tanggal 10 Agustus 2002 yang merupakan amandemen yang terakhir atau amandemen
keempat. Hal ini dilakukan agar isi dari Undang-Undang Dasar tersebut bisa
sesuai dengan perkembangan zaman dan memperbaikinya, sehingga dapat menjadi
dasar hukum yang baik dan tegas. Dan dalam proses tersebut ada perbedaan antara
sebelum amandemen dengan yang setelah amandemen.[5]
Undang-undang dibuat harus sesuai dengan
keperluan dan harus peka zaman, artinya aturan yang dibuat oleh para DPR kita
sebelum di sahkan menjadi Undang-undang sebelumnya harus disosialisasikan
dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma-norma adat atau melanggar
hak-hak asasi manusia. Salah satu bukti bahwa Undang-Undang yang sudah tidak
relevan lagi dengan kondisi zamanya adalah Undang-Undang dasar 1945. Dengan
mengalami empat kali perubahan yang masing-masing tujuanya tidak lain hanya
untuk bisa sesuai dengan kehendak rakyat dan bangsa kita, dalam arti bisa
mewakili aspirasi rakyat yang disesuaikan zamannya, dimana dalam amandemen yang
ke 4 rakyat memegang kekuasaan yang paling tinggi, sangat berbeda dengan
sebelum amandemen yang MPR merupakan wakil rakyat untuk mewujudkan aspirasinya
yang salah satu tugasnya adalah dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden,
karena dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang korup, sarat dengan aroma KKN
yang membentuk kekuasaan tak terbatas terhadap Presidennya. Kita tahu bahwa
dalam masa Orde Baru Presiden kita tidak pernah mengalami pergantian selama 32
tahun meski telah mengalami Pemilihan Umum sebanyak tidak kurang dari 6 kali
Pemilu. Oleh sebab itu para mahasiswa kita dan para aktivis lainnya mengadakan
reformasi yang berimbas juga pada reformasi didalam isi Undang-Undang Dasar
1945.[6]
Adapun perbedaan kelembagaan dan tugas
kenegaraaan sebelum dan sesudah amandemen ke -4.
A.
Sebelum Amandemen Ke- 4
Pada saat sebelum amandemen ke- 4 lembaga
tertinggi Negara adalah MPR seperti yang tersebut dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2
menyebutkan bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Pemusyarawatan Rakyat. Adapun lembaga Tinggi Negara pada saat itu
adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Mahkamah Agung (MA).[7]
Berikut bagan Lembaga Negara sebelum
amandemen yang ke-4. Tugas kenegaraan Lembaga Tinggi Negara Sebelum amandemen:
1. MPR
Ø
Sebagai Lembaga Tertinggi
Negara diberi kekuasaan tak terbatas (super power) karena “kekuasaan ada di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR” dan MPR adalah “penjelmaan
dari seluruh rakyat Indonesia” yang berwenang menetapkan UUD, GBHN, mengangkat
presiden dan wakil presiden.
Ø
Susunan keanggotaannya
terdiri dari anggota DPR dan utusan daerah serta utusan golongan yang diangkat.
Dalam praktek ketatanegaraan, MPR pernah
menetapkan antara lain:
Ø
Presiden, sebagai presiden
seumur hidup.
Ø
Presiden yang dipilih
secara terus menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut turut.
Ø
Memberhentikan sebagai
pejabat presiden.
Ø
Meminta presiden untuk mundur
dari jabatannya.
Ø
Tidak memperpanjang masa
jabatan sebagai presiden.
Ø
Lembaga Negara yang paling
mungkin menandingi MPR adalah Presiden, yaitu dengan memanfaatkan kekuatan
partai politik yang paling banyak menduduki kursi di MPR.
2. PRESIDEN / WAPRES
Ø
Presiden memegang posisi
sentral dan dominan sebagai mandataris MPR, meskipun kedudukannya tidak “neben”
akan tetapi “untergeordnet”.
Ø
Presiden menjalankan
kekuasaan pemerintahan negara tertinggi (consentration of power and
responsiblity upon the president).
Ø
Presiden selain memegang
kekuasaan eksekutif (executive power), juga memegang kekuasaan legislative
(legislative power) dan kekuasaan yudikatif (judicative power).
Ø
Presiden mempunyai hak
prerogatif yang sangat besar.
Ø
Tidak ada aturan mengenai
batasan periode seseorang dapat menjabat sebagai presiden serta mekanisme
pemberhentian presiden dalam masa jabatannya.
3. DPR
Ø
Memberikan persetujuan atas
RUU yang diusulkan presiden.
Ø
Memberikan persetujuan atas
PERPU.
Ø
Memberikan persetujuan atas
Anggaran.
Ø
Meminta MPR untuk mengadakan
sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban presiden.
4. DPA DAN BPK
Ø
Di samping itu, UUD 1945
tidak banyak mengintrodusir lembaga-lembaga negara lain seperti DPA dan BPK
dengan memberikan kewenangan yang sangat minim.
5. MA
Ø
Merupakan lembaga tinggi
Negara dari peradilan Tata Usaha Negara, PN ,
PA , dan PM.[8]
B.
Sesudah Amandemen Ke- 4
Sebagai kelembagaan Negara, MPR RI
tidak lagi diberikan sebutan sebagai lembaga tertinggi Negara dan hanya sebagai
lembaga Negara, seperti juga DPR, Presiden, BPK dan MA. Dalam pasal 1 ayat 2
yang telah mengalami perubahan perihal kedaulatan disebutkan bahwa kedaulatan
berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar sehingga
tampaklah bahwa MPR RI tidak lagi menjadi pelaku/pelaksana kedaulatan rakyat. Susunan
MPR RI juga telah berubah keanggotaanya, yaitu terdiri atas anggota DPR dan
Dewan Perakilan Daerah (DPD), yang kesemuanya direkrut melalui pemilu.[9]
Perlu dijelaskan pula bahwa susunan
ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga mengalami perubahan, dengan
pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara yang dihapus maupun
lahir baru, yaitu sebagai Badan legislatif terdiri dari anggota MPR, DPR, DPD,
Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri
atas kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga baru,
Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru. Lembaga Negara
lama yang dihapus adalah dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan pemeriksa
keuangan tetap ada hanya diatur tersendiri diluar kesemuanya dan sejajar.
Tugas dan kewenangan MPR RI
sesudah perubahan, menurut pasal 3 UUD 1945 ( perubahan Ketiga ).
a. Majelis Permusyawaran Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
UUD
b. Majelis Permusyawaran Rakyat melantik Presiden dan atau Wakil Presiden.
c. Majelis Permusyawaran Rakyat hanya dapat memberhentikan presiden
dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar
(impeachment).[10]
Undang-Undang Dasar merupakan hukum
tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya
menurut UUD. UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6
Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah
Konstitusi (MK).[11]
Perubahan (Amandemen) UUD 1945:
Ø
Mempertegas prinsip negara
berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] dengan menempatkan kekuasaan
kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia
serta kekuasaan yang dijalankan atas prinsip due process of law.
Ø
Mengatur mekanisme
pengangkatan dan pemberhentian para pejabat negara, seperti Hakim.
Ø
Sistem konstitusional
berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and balances) yaitu setiap kekuasaan
dibatasi oleh Undang-undang berdasarkan fungsi masing-masing.
Ø
Setiap lembaga negara
sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
Ø
Menata kembali
lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk beberapa lembaga negara baru
agar sesuai dengan sistem konstitusional dan prinsip negara berdasarkan hukum.
Ø
Penyempurnaan pada sisi
kedudukan dan kewenangan maing-masing lembaga negara disesuaikan dengan
perkembangan negara demokrasi modern.[12]
Berikut tugas kenegaraan Lembaga Tinggi
Negara sesudah amandemen ke-4:
1. MPR
Ø
Lembaga tinggi negara
sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden,
DPR, DPD , MA ,
MK, BPK.
Ø
Menghilangkan supremasi
(keunggulan) kewenangannya.
Ø
Menghilangkan kewenangannya
menetapkan GBHN.
Ø
Menghilangkan kewenangannya
mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu).
Ø
Tetap berwenang menetapkan
dan mengubah UUD.
Ø
Susunan keanggotaanya
berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan
Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
2. DPR
Ø
Posisi dan kewenangannya
diperkuat.
Ø
Mempunyai kekuasan
membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan
persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
Ø
Proses dan mekanisme
membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
Ø
Mempertegas fungsi DPR,
yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai
mekanisme kontrol antar lembaga negara.
3. DPD
Ø
Lembaga negara baru sebagai
langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan
tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang
diangkat sebagai anggota MPR.
Ø
Keberadaanya dimaksudkan
untuk memperkuat kesatuan Negara Republik Indonesia .
Ø
Dipilih secara langsung
oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
Ø
Mempunyai kewenangan
mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan
pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
4. BPK
Ø
Anggota BPK dipilih DPR
dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Ø
Berwenang mengawasi dan
memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh
aparat penegak hukum.
Ø
Berkedudukan di ibukota
negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Ø
Mengintegrasi peran BPKP
sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
5. PRESIDEN
Ø
Membatasi beberapa
kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian
presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan
presidensial.
Ø
Kekuasaan legislatif
sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
Ø
Membatasi masa jabatan
presiden maksimum menjadi dua periode saja.
Ø
Kewenangan pengangkatan
duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Ø
Kewenangan pemberian grasi,
amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR.
Ø
Memperbaiki syarat dan
mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara
langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden
dalam masa jabatannya.
6. MAHKAMAH AGUNG
Ø
Lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan
untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
Ø
Berwenang mengadili pada
tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan
wewenang lain yang diberikan Undang-undang.
Ø
Di bawahnya terdapat
badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan
Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN).
Ø
Badan-badan lain yang yang
fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang
seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/ Pengacara dan lain-lain.
7. MAHKAMAH KONSTITUSI
Ø
Keberadaanya dimaksudkan
sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution).
Ø
Mempunyai kewenangan:
Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara,
memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan
putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau
wakil presiden menurut UUD.
Ø
Hakim Konstitusi terdiri
dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan
pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari
3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
8. KOMISI YUDISIAL
Ø
Tugasnya mencalonkan Hakim
Agung dan melakukan pengawasan moralitas dan kode etik para Hakim.[13]
Hasil amandemen yang berkaitan dengan
kelembagaan Negara dengan jelas dapat dilihat pada perubahan pertama UUD 1945
yang memuat pengendalian kekuasaan presiden, tugas serta wewenang DPR dan
presiden dalam hal pembentukan UU. Perubahan kedua UUD 1945 berfokus pada
penataan ulang keanggotaan, fungsi, hak, maupun cara pengisiannya. Perubahan
ketiga UUD 1945 menitikberatkan pada penataan ulang kedudukan dan kekuasaan
MPR, jabatan presiden yang berkaitan dengan tata cara pemilihan presiden dan
wakil presiden secara langsung, pembentukan lembaga Negara baru yang meliputi
Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Komisi Yudisial
(KY) serta aturan tambahan untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan
perubahan keempat UUD 1945 mencakup materi tentang keanggotaan MPR, pemilihan
presiden dan wakil presiden berhalangan tetap, serta kewenangan presiden.[14]
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat kita simpulkan sebagai berikut:
1) Menurut Montesquieu, pada setiap pemerintahan terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu: legislatif, eksekutif dan yudikatif. Ketiga jenis kekuasaan tersebut terpisah satu sama lainnya, baik mengenai tugas (functie) maupun mengenai alat perlengkapan (organ) yang melakukannya.
2) Undang-undang dibuat harus sesuai dengan keperluan dan harus peka zaman, artinya aturan yang dibuat oleh para DPR kita sebelum di sahkan menjadi Undang-undang sebelumnya harus disosialisasikan dahulu dengan rakyat, apakah tidak melanggar norma-norma adat atau melanggar hak-hak asasi manusia.
3) Susunan ketatanegaraan dalam kelembagaan Negara juga mengalami perubahan, dengan pemisahan kekuasaan, antara lain adanya lembaga Negara yang dihapus maupun lahir baru, yaitu sebagai Badan legislatif terdiri dari anggota MPR, DPR, DPD, Badan Eksekutif Presiden dan wakil Presiden, sedang badan yudikatif terdiri atas kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga baru, Mahkamah Agung (MA), dan Komisi Yudisial (KY) juga lembaga baru.
3.2 Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun, semoga bermanfaat
bagi kita semua. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu
dan kami perhatikan.
[1] http://djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/64-politik-hukum-perundang-undangan.html
diakses 22 desember 2010 20.30 WIB
[2] http://aswidhafm.blogspot.com/2010/11/
pendidikan-kewarganegaraan.html diakses 22 desember 2010 20.30 WIB
[3] Muhammad Hikam As. Demokrasi dan Civic Society, Jakarta :
Jakarta Pustaka Press. 1996. hal:77
[4] ibid,78
[5] http://aswidhafm.blogspot.com/2010/11/
pendidikan-kewarganegaraan.html diakses 22 Desember 2010 20.30 WIB
[6] http://senyumpelangi.wordpress.com/2009/09/17/lembaga-negara-sebelum-dan-sesudah-amandemen-yang-ke-4/
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid.
[13] http://senyumpelangi.wordpress.com/2009/09/17/lembaga-negara-sebelum-dan-sesudah-amandemen-yang-ke-4/
[14]Muhammad
Hikam As. Op. Cit,78
No comments:
New comments are not allowed.